Kitab Adab Al-‘Alim wal Muta’allim

         

Narasumber : Pak Alex Akyas, S.Pd.

Judul Buku : Kitab Adab Al-‘Alim wal Muta’allim

Penulis : Hadratus-syaikh Hasyim Asy’ari

Penerbit : Maktabah Turats al-Islamy, Pondok pesantren Tebuireng Jombang


Ringkasan

Kitab Adab Al-‘Alim wal Muta’allim (etika orang berilmu dan pencari ilmu) merupakan salah satu dari kitab Kiai Hasyim Asy’ari yang terdapat dalam Irsyadus Syari. Pembahasan dalam kitab ini setidaknya bisa diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) bagian. Bagian pertama membahas tentang keutamaan ilmu, keutamaan belajar, dan mengajarkannya. Bagian kedua membahas tentang etika seorang dalam tahap pencarian ilmu. Bagian ketiga membahas tentang etika seseorang ketika sudah menjadi alim atau dinyatakan lulus dari lembaga pendidikan.

Secara lebih terperinci dapat dijelaskan bahwa dalam kitab ini terdapat 8 (delapan) bab atau pembahasan, ditambah dengan satu lagi khutbah kitab (pendahuluan). Bab pertama membahas tentang keutamaan ilmu, keutamaan belajar, dan keutamaan mengajar. Dalam bab ini terdapat satu pasal yang menekankan bahwa keutamaan-keutamaan tersebut dikhususkan kepada para ulama yang benar-benar mengamalkan ilmunya.

Bab kedua menjelaskan mengenai 10 (sepuluh) etika seorang murid terhadap dirinya sendiri.

Bab ketiga membicarakan tentang 12 (dua belas) etika seorang murid terhadap gurunya.

Bab keempat membicarakan tentang 13 (tiga belas) etika yang harus dipegangi seorang murid dalam kaitannya dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari.

Bab kelima membahas tentang 20 (dua puluh) etika seorang alim (lulus belajar) terhadap dirinya sendiri.

Bab keenam adab seorang alim (lulus belajar) dalam kaitannya dengan bidang ilmu yang sudah ia kuasai dan ajarkan.

Bab ketujuh membahas tentang etika seorang alim (lulus belajar) dalam kaitannya dengan murid yang dia mengajarnya.

Dan bab kedelapan membahas tentang etika seorang alim terhadap buku pelajaran yang diajarkan.

Dari penjelasan di atas, kita melihat bahwa satu bab pertama berkaitan dengan klasifikasi pertama, yaitu pembahasan pertama tentang keutamaan ilmu, belajar, dan mengajar. Bab kedua sampai bab keempat adalah berkaitan dengan klasifikasi kedua yaitu masalah etika seseorang yang sedang dalam kondisi belajar atau mencari ilmu. Sedang sisanya, yaitu bab lima sampai dengan bab kedelapan, masuk dalam klasifikasi yang ketiga yakni etika seseorang yang telah lulus belajar.

Mencermati isi dari kitab Adab Alim wal Muta’allim akan tampak bagi kita bahwa Kiai Hasyim Asy’ari banyak dipengaruhi oleh pemikiran etika Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Pengaruh tersebut kiranya sangat terlihat seperti dalam pernyataan Kiai Hasyim Asy’ari dalam kitab ini: Pertama bahwa ketuamaan ilmu hanya akan didapatkan oleh seorang yang belajar dengan tujuan meraih keridhaan dan kemuliaan di sisi Allah. Dan bukan karena tujuan duniawi (halaman 22).

Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin juz pertama. Kedua bahwa seseorang yang sedang dalam kondisi belajar harus sederhana dalam gaya hidupnya yang ditunjukkan dengan makan dan berpakaian sederhana (halaman 25). Sangat sesuai dengan apa yang dikatakan Imam Al-Ghazali dalam kitab Mauidhah Al-Mu’minin yang mengatakan: “Ilmu adalah pengabdian terbaik. Dan adalah baik jika seseorang telah merasa cukup dalam hidupnya hanya dengan mendedikasikan dirinya pada ilmu.” Secara umum, dapat dikatakan bahwa pemikiran pendidikan Kiai Hasyim Asy’ari masih mempertahankan kebudayaan dan ideologi pendidikan Islam yang mengutamakan kecintaan dan kemuliaan ilmu dan sumbernya.

Kiai Hasyim mengatakan dalam bab ketiga: “Seyogianya seorang murid memikirkan secara mendalam dan beristikharah terlebih dahulu, kepada siapa akan mencari lmu (belajar)….” (halaman 29). Kiranya hal ini semakin relevan untuk diterapkan saat ini di era media sosial di mana banyak orang dibingungkan dengan berbagai ajaran agama dan hanya belajar via media sosial, youtube dan sebagainaya.

Pengakuan Ulama Ahlussunnah wal Jamaah atas Kitab Ini Tradisi keilmuan Islam di masa dulu (dan kini masih tetap dijalankan di Al-Azhar Mesir) adalah bahwa setiap karya akan diakui sebagai karya yang layak disebarkan untuk khalayak umum ketika sudah mendapatkan semacam pengakuan dari para ulama lainnya. Kitab Al-Muwattha’ Imam Malik adalah contoh yang dapat diajukan dalam hal ini. Kitab Taqrib bahkan telah banyak yang memberikan ulasan (syarah) terhadapnya. Kitab Kifayah Al-Akhyar juga banyak dari kalangan ulama yang mengakui bahwa sistematikanya adalah nafisah (indah sekali).

Hal ini juga berlaku bagi kitab Adab al-Alim wal Muta’allim. Di bagian belakang kitab ini terdapat catatan beberapa ulama Hijaz yang mengajar di Masjidil Haram yang dikarenakan kondisi pemberontakan kaum Wahabi maka mereka pindah dan tinggal (nazil) di Jawa (Nusantara). Catatan-catatan itu bahkan berasal ada yang berasal dari kalangan ulama Hanafiyyah. Komentar tersebut yaitu berasal dari (1) Syekh Said Muhammad Al-Yamani; (2) Syekh Abdul Hamid Sunbul Hadidi (Hanafiyyah); (3) Syekh Hasan bin Said Al-Yamani; (4) Syekh Muhammad Ali bin As-Said Al-Yamani.

Posting Komentar

0 Komentar